Menakar Peluang Pengembangan EBT dan Skema JETP

Jakarta, 19/10/23. Rangkaian kegiatan Energy Transition Conference & Exibition (ETCE) 2023 telah berlangsung di hari kedua berisi gelaran Seminar yang diselenggarakan di Ruang Birawa, Hotel Bidakara Jakarta secara tatap muka, pada Kamis, 19/10.

Pada Seminar sesi kedua di hari kedua, berupa panel diskusi dengan mengusung tema “Menakar Peluang Pengembangan EBT dan Skema JETP Untuk Mendukung Transisi Energi Menuju Net Zero Emission 2060” dihadiri beberapa narasumber antara lain Anggota DEN Satya Widya Yudha, Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Yunus Saefulhak dan Direktur Konservasi KEBTKE Kementerian ESDM Gigih Udi Atmo, dengan Moderator Sujatmiko Kepala Biro Fasilitasi Penanggulangan Krisisdan Pengawasan Energi .

Mengawali paparannya, Satya Widya Yudha menjelaskan Indonesia telah menandatangani NDC terkait mitigasi perubahan iklim melalui transisi energi yang berkeadilan, mengabsorb kearifan lokal dari masing-masing negara, ketahanan energi, berarti kita harus menjamin pasokan energi dan semua nya dilakukan dengan mempertimbangkan faktor lingkungan, ujarnya.

Satya yang merupakan lulusan Cranfield University menyampaikan bahwa perlu fokus dalam mencapai komitment tersebut, kita mendekarbonisasi fosil berarti fosilnya tidak hilang, maka muncul berbagai macam strategi, seperti contoh yang dilakukan PLN dalam Green RUPTL 2021-2030, kita sudah mengarah kepada perencanaan pembangkit yang lebih hijau ungkapnya lebih lanjut.

Satya menambahkan, “bicara mengenai JETP adalah terkait penurunan emisi pembangkit listrik, kita tidak bisa menafikan adanya pendanaan keuangan yang berasal dari berbagai sumber keuangan berdasarkan penawaran bunga dari pemberi fasilitas loan namun jangan menggunakan interest komersil dari loan tersebut namun yang memberikan kemudahan skema funding yang tidak merugikan kita dengan menyesuaikan skema-skema internasional yang tepat, dan saat ini sudah disesuaikan oleh Kemenkeu jelasnya.

Diakhir Satya juga menyampaikan dalam mencapai target net zero emission dibutuhkan upaya dan dukungan dari berbagai pihak baik dari Pemerintah, BUMN, konsumen, masyarakat maupun stakeholder lainnya, tanpa dukungan dan kerjasama dari semua pihak tidak akan terwujud net zero emission pada tahun 2060.

Yunus Syafulhak narasumber yang kedua pada sesi ini menyampaikan bagaimana skenario transisi energi menuju NZE 2060 dalam pembaruan KEN dan strategi-strategi yang dijalankan seperti tertuang dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN). “Transisi akan mengubah banyak hal, perubahan pekerjaan, skenario pembangunan dan orientasi bisnis, sehingga dibutuhkan strategi dan mekanisme yang tepat untuk mengidentifikasi tantangan masa depan yaitu akses energi bersih, pendanaan transisi energi yang besar serta dukungan riset dan teknologi untuk menghasilkan teknologi baru yang lebih efisien dan kompetitif”ungkap Yunus.

“Memaksimalkan EBT namun mengurangi fosil dengan teknologi yang bersih, tapi perubahan ini tidak mematikan institusi yang bergerak dalam fosil. Kita sudah mempertimbangkan asumsi dan proyeksi energi ke depan, energi mix nya sudah bervariasi jadi tetap ada fosilnya dengan CCS dan teknologi bersih” ujar Yunus juga.

Selanjutnya Gigih menjelaskan peran penting koordinasi dan manajemen resiko dalam kerangka JETP, bagaimana JETP membantu mengidentifikasi resiko transisi termasuk perubahan dalam industri konvensional missal salah satunya penyiapan peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU berbasis batubara, serta kerja sama melalui JETP dapat membantu negara untuk memitigasi resiko sambil memaksinalkan peluang pengembangan EBT.

“Kita punya target NDC dan SDG’s dan fokus ke teknologi yang sudah mature serta mengacu pada RUPTL, bukan hanya bicara teknologi pembangkitan tapi juga terkait distribusi dan transmisi (Smart Grid), kita dapat menemukan energi lain misal nuklir agar maturity level dari energi ini dapat diadopsi, pungkasnya.

Pada akhir acara hari kedua, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang juga merupakan Anggota DEN dari unsur Pemerintah turut hadir memberikan keynote speech.

Dalam sambutannya, Budi Karya menyampaikan bahwa mengacu pada HEESI 2022, sejak tahun 2013, sektor transportasi menjadi pengguna energi terbesar, mengkonsumsi sekitar 39% dari total energi final. Oleh karena itu, penggunaan angkutan massal perlu secara massif diserukan.

“Kita membuat satu pemodelan yang tercantum dalam rencana umum energi nasional (RUEN), bahwa kebutuhan energi sektor transportasi mencapai 75,2 juta ton minyak ekuivalen pada 2025, dan juga meningkat nantinya pada 2050. Besarnya ini tentu menjadi suatu tantangan bagi kami di sektor transportasi untuk melakukan upaya-upaya, baik memberikan insentif maupun disinsentif kepada para pengguna,” pungkas Budi Karya.

Budi Karya menambahkan, pemanfaatan energi terbarukan dan bahan bakar alternatif, serta peningkatan penggunaan kendaraan listrik terus diupayakan. “Dalam rangka transisi energi, kita memang harus membuat pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Baterai yang menjadi satu kunci bagaimana kita akan berhasil,” imbuhnya.

Menutup sambutan, Budi Karya mengapresiasi penyelenggaraan ETCE 2023, serta berharap DEN dapat menjadi perantara dengan akademisi agar riset terkait kendala pengembangan kendaraan listrik dan hilirisasi sejalan dengan industri. (Teks: DR, Infografis: OT, Editor: YS)

Bagikan ini