Dialog Energi, Rencana Umum Energi Nasional : Terobosan Pembangunan Energi Terbarukan

Dewan Energi Nasional menyelenggarakan Dialog Energi di Hotel Mulia Jakarta tanggal 22/3, dengan tema Rencana Umum Energi Nasional: "Terobosan Pembangunan Energi Terbarukan”. Hadir sebagai Pembicara Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, Hilmi Panigoro Presiden Direktur Medco Energy Internasional, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan dan Direktur Industri Permesinan dan Alat Pertanian Kementerian Perindustrian Arus Gunawan.

Anggota DEN Abadi Poernomo mewakili Menteri ESDM selaku Ketua Harian DEN dalam sambutannya mengatakan, “Saat ini, Pemerintah sedang menyelesaikan Rancangan Rencana Umum Energi Nasional (R-RUEN) yang merupakan implementasi Kebijakan Energi Nasional. Rancangan RUEN tersebut akan ditetapkan oleh Dewan Energi Nasional sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan energi nasional. Dalam hal ini diperlukan kerja keras dan terobosan-terobosan untuk dapat mencapai target 23 % Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi di Tahun 2025.”

“Kami berharap Dialog Energi ini dapat menghasilkan rekomendasi atas permasalahan dalam pengelolaan energi terbarukan dalam rangka mewujudkan ketahanan dan kemandirian serta menjaga keberlangsungan pembangunan nasional yang berkelanjutan,” papar Heri Nurzaman Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan mewakili Sekretaris Jenderal DEN.

Forum Dialog Energi ini merupakan kegiatan rutin DEN setiap tahun sebagai media pertemuan seluruh elemen dalam rangka menghasilkan rumusan bersama atas isu krusial dan permasalahan pengelolaan energi nasional.

Peserta yang hadir terdiri dari Anggota DEN dari Unsur Pemangku Kepentingan, pejabat dan perwakilan dari 7 (tujuh) Kementerian Anggota DEN, Lembaga Negara dan Kementerian terkait, Badan Usaha di bidang energi, Instansi Pemerintah, perbankan nasional, pakar energi, akademisi, asosiasi, serta Lembaga Swadaya Masyarakat.

Beberapa isu strategis yang dibahas dalam Dialog Energi adalah :

  1. Sumberdaya EBT berpeluang dikembangkan namun mengalami kendala terkait dengan ketidakpastian regulasi, kebutuhan pendanaan yang besar, penguasaan teknologi, infrastruktur pendukung, proses perizinan termasuk pembebasan lahan, harga yang sesuai dengan keekonomiannya, serta kapabilitas SDM.
  2. Penurunan harga energi fosil terutama minyak mentah dunia bukan menjadi kendala dalam pengembangan EBT, karena penurunan harga minyak mentah tersebut hanya bersifat ”spikes” jangka pendek dan akan cenderung menunjukkan trend yang meningkat di masa mendatang. Yang dibutuhkan oleh investor adalah kepastian dan konsistensi penerapan regulasi.
  3. Kementerian Keuangan telah menerapkan kebijakan insentif fiskal untuk sektor energi, antara lain fasilitas PPh (Tax Allowance sesuai PP No. 18 Tahun 2015, Tax Holiday sesuai PMK No. 130 Tahun 2011 dan subsidi PPh DTP Panasbumi); fasilitas PPN sesuai PP No. 31 Tahun 2007 serta fasilitas pada bea masuk sesuai UU No. 17 Tahun 2006 Pasal 26.
  4. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan gerakan nasional koordinasi dan supervisi (korsup) di tahun 2016 dalam rangka mewujudkan kedaulatan energi melalui perbaikan sistem data dan informasi yang terintegrasi, memperbaiki tata kelola energi, menutup titik rawan korupsi dan menyelamatkan kekayaan negara, serta mengawal pelaksanaan kebijakan energi melalui pengawasan RUEN dan RUED.
  5. Sektor industri siap mendukung pembangunan infrastruktur industri mesin peralatan pembangkit energi terbarukan, namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala diantaranya industri modul surya dan generator sebagai bahan baku utama PLTS masih diimpor dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) paling tinggi di kisaran 40%, nilai investasi untuk PLT terbarukan masih lebih tinggi dibandingkan dengan PLT tak terbarukan (PLTU batubara), industri mesin peralatan pembangkit energi terbarukan masih sangat terbatas di Indonesia karena permintaan pasar yang masih kecil serta penguasaan teknologi yang masih rendah.

Rekomendasi dan bahan pertimbangan hasil Dialog Energi adalah sebagai berikut :

1)    Target EBT dalam bauran energi nasional paling sedikit 23% pada tahun 2025 dan paling sedikit 31% pada tahun 2050 merupakan target yang ambisius, namun target tersebut dapat dicapai melalui upaya, antara lain:

  1. Kepemimpinan nasional yang kuat, melalui Presiden yang menjadikan target EBT sebagai komitmen nasional yang harus dilaksanakan.
  2. Perbaikan sistem regulasi serta kepastian dan konsistensi Pemerintah dalam penerapan regulasi untuk menarik minat investor.
  3. Dengan kemajuan teknologi EBT yang sangat pesat, dibutuhkan perbaikan dalam penerapan harga EBT sesuai dengan keekonomiannya agar dapat bersaing dengan harga energi fosil.
  4. Penurunan harga minyak mentah dunia yang bersifat sementara, dapat dijadikan peluang untuk tetap komitmen menggunakan EBT sebagai pengganti energi fosil.
  5. Komitmen bersama antara Pemerintah, pelaku bisnis dan dukungan sektor keuangan nasional dalam rangka pembangunan infrastruktur energi terbarukan yang padat modal, teknologi dan resiko tinggi, melalui dukungan insentif fiskal, penjaminan investasi, kepastian regulasi, pemberian subsidi serta memberikan perhatian khusus untuk daerah yang terisolasi dan pulau-pulau terdepan yang berbatasan langsung dengan negara lain.
  6. Keterlibatan Pemerintah sangat diperlukan dalam mendorong pembangunan infrastruktur industri mesin peralatan energi terbarukan untuk meningkatkan TKDN dan penguasaan teknologi energi terbarukan.

2)    Peran KPK dibutuhkan dalam rangka keterbukaan dan perbaikan tata kelola energi khususnya pembangunan energi terbarukan agar pengelolaan energi fosil yang buruk di masa lalu tidak terulang kembali untuk pengelolaan energi terbarukan. Dewan Energi Nasional mempertimbangkan untuk menerima tawaran dari KPK terkait dengan kesediaan KPK sebagai meeting point dan melakukan pengawasan bersama terhadap pelaksanaan KEN dan RUEN. (Teks:TR/Foto:CTA).

Bagikan ini