Satya Bahas Ketahanan Energi Indonesia

Depok, 14/08/23. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha menjadi narasumber dalam acara Pertemuan Kelompok Ahli (PKA) dengan tema “Implementasi Rekomendasi UN Global Crisis Response Group (GCRG): Strategi Penguatan Sektor Pangan, Energi, dan Finansial” yang diselenggarakan secara hybrid oleh Kementerian Luar Negeri RI yang bekerjasama dengan Universitas Indonesia.

Satya menyampaikan bahwa ketahanan energi nasional Indonesia berada  pada angka 6,61 yang artinya Indonesia masuk dalam kategori tahan. Disamping itu Satya juga menjelaskan empat aspek ketahanan energi, yaitu ketersediaan sumber energi dan energi baik dari domestik maupun luar negeri (availability); kemampuan mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografis dan geopolitik (accessibility); keterjangkauan biaya investasi energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi dan distribusi hingga keterjangkauan konsumen terhadap harga energi (affordability); serta penggunaan energi yang peduli lingkungan di darat, laut dan udara termasuk penerimaan masyarakat (acceptability).

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), ketahanan energi didefinisikan sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Saat ini, ketahanan energi Indonesia tergolong dalam kategori tahan. Sebab, Indonesia masih mengimpor energi fosil seperti minyak bumi, LPG, serta BBM jenis bensin.

Pria lulusan Cranfield University UK ini menyampaikan guna meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi dalam jangka pendek dan menengah, DEN telah menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN). Secara garis besar, program strategis yang dicanangkan meliputi pengurangan impor energi (minyak bumi, LPG, dan BBM), pengembangan infrastruktur gas bumi dan listrik, optimalisasi pemanfaatan batubara, pengembangan EBT, serta penerapan konservasi energi.

Lebih lanjut, Satya juga menjelaskan saat ini DEN sedang melakukan pembaruan KEN yang merupakan kebijakan pengelolaan energi berdasarkan pada prinsip berkeadilan, dan keberlanjutan guna mencapai ketahanan energi, kemandirian energi, pembangunan rendah karbon, serta ketahanan iklim. “Beberapa pembaruan KEN antara lain berkaitan dengan dekarbonisasi dan transisi energi, pengembangan energi baru dan terbarukan serta pengembangan tenaga nuklir”, imbuh Satya.

Diakhir Satya menyampaikan bahwa pembaruan KEN ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berkeadilan, dengan tetap memprioritaskan kemandirian dan ketahanan energi nasional. “Poin penting dalam pembaruan KEN ini salah satunya adalah target dekarbonisasi di sektor energi antara lain puncak emisi sektor energi diperkirakan terjadi di antara tahun 2035 hingga 2045. Sementara tingkat emisi sektor energi tahun 2060 sebesar 129 hingga 130 juta ton CO2e, yang akan di-counterbalance oleh sektor kehutanan untuk mencapai NZE 2060”, jelas Satya. 

Di sisi lain, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Nurul Isnaeni menyampaikan perspektif ketahanan energi harus diperkuat dengan kedaulatan energi untuk memastikan energi untuk keberlanjutan dan kemanusiaan bukan hanya untuk pertumbuhan ekonomi semata. (Teks: RAD, Grafis: OT, Editor: DR)

Bagikan ini